Kepada yang terkasih, kekasihku untuk selamanya.
Bukan hanya aku yang merasakan apa yang sekarang sedang aku rasakan. Aku yakin kamu pun juga merasakan apa yang aku rasakan. Mulutku memang tak pernah mampu mengungkapkan dengan lantang apa yang aku rasakan. Aku selalu memilih diam dengan apa yang aku rasakan. Kamu tak mau kalah, kamu selalu mendesakku dengan segala katamu. Aku membisu.
Tak hanya berhenti dari situ. Aku tetap diam, aku selalu ingin kamu tahu tanpa aku harus bilang. Namun aku harus sadar bahwa kamu bukan malaikat yang harus tahu perasaanku tanpa aku harus bilang. Baiklah, dengan segenap kekuatan yang aku punya, dengan muka merah padam malu-malu dan suara terbata-bata.
"Kamu kenapa se? Kamu jangan diam begitu!" Ucapmu tepat di depan mukaku.
"Aku. Nggak apa-apa kok" Ucapku dengan menundukkan muka.
"Kamu bohong. Kamu tidak bisa membohongi aku, matamu tak pernah menipu. Kamu kenapa?" desakmu.
"Aku........ Aku ce-m-bu-ru . Iya; aku tidak suka kamu dekat-dekat dengan dia. Apapun bentuk kedekatanmu, apapun yang kau lakukan, bagaimana pun tingkahmu selagi itu interaksimu dengan dia, AKU TIDAK MENYUKAINYA!" Suaraku memekak ketelinganya.
"Maaf." Katamu lembut.
Aku hanya menundukkan kepala. Aku tak tahu mengapa dan bagaimana aku bisa sebegitu cemburunya dengan dia (perempuan). Aku selalu saja begini, aku selalu tak bisa mengendalikan hati ketika ada hal yang membuatku merasa takut kehilanganmu.
Untukmu yang terkasih, kekasihku sepanjang masa.
Tak ada yang mampu menandingi keindahanmu. Tak ada yang mampu membuatku begitu nyaman dan aman ketika berpeluk. Aku hanya merasa begitu ketika denganmu. Sungguh, jika aku harus memilih. Jika aku harus berbicara. Jika aku harus mendiskripsikan tentangmu, aku hanya mampu berkata: kamu itu indah, jauh lebih indah dari apa-apa yang diciptakannya.
Surabaya.
Setelah pertandingan bola tangan.