Thursday 30 January 2014

Terimakasih Telah Membuatku Menunggu

"Kata pertama yang ingin aku tuliskan disini adalah TERIMAKASIH TELAH MEMBUATKU MENUNGGU."

Aku jengah, aku lelah, aku gerah. Terik siang ini menggoda tenggorokanku untuk membeli sebungkus es teh manis di depan gerbang kampusku. Lelah sekali rasanya siang ini. Kuliah terasa sangat membosankan karena memang aku tidak menyukai mata kuliah siang ini. Sejak pagi sejak aku masuk kelas dan duduk dibangku ku, aku hanya diam memandangi dosen yang dengan gaya khasnya dan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya menjelaskan lembaran demi lembaran power point yang sedang diamati oleh semua mahasiswa yang duduk di bangku mereka masing-masing. Ada yang menguap tak hentinya sejak duduk hingga perkuliahan berlangsung, ada yang sibuk memandangi power point yang sedang dijelaskan, ada yang sibuk dengan kertas dan bolpointnya. Sedangkan aku sendiri? Aku memang memandang dengan sangat teliti, tapi jujur saja segenap hati dan fikiranku tak tertuju ke arah power point itu. Aku sedang memikirkan seseorang yang sampai saat ini tak ada kabar sejak kemarin. Orang lain menyebutnya sebagai kekasihku. Tapi aku? Aku sama sekali tak meraskan dia sebagai kekasihku. Kami memang satu kampus, namun berbeda jurusan. Pertama kenal aku dan dia bertemu di sebuah toko buku yang sangat ramai, sehingga dia membantuku untuk antri di kasir. Sejak saat itu aku dan dia saling mengenal. Benar. Itu adalah pertemuan sederhana kami. Hingga perkenalan kami berlanjut keseriusan yang sekarang aku jalani.
Aku jadi seorang pemikir sekarang. Terlebih jika sedang seperti ini, dia tak memberiku kabar. Tentu saja aku cemas. Tapi apa yang dapat aku lakukan? Aku hanya mampu menunggunya. Awalnya aku tak ingin mencari kabarnya, aku berfikir bahwa jika aku mencarinya, aku akan mengusik kesibukannya. Ini yang selalu aku pegang teguh, bahwa seorang wanita tak mungkin untuk memulai segalanya terlebih dahulu. Aku selalu menunggu dia memberi kabar terlebih dahulu walaupun sebenarnya aku ingin sekali bertanya terlebih dahulu. Aku selalu menunggu dia untuk menyelesaikan segala kesibukannya walaupun aku selalu ingin dia mengerti bahwa aku selalu ingin ditemani pun hanya untuk mendengarkan cerita yang aku alami hari ini.

Tapi? Dia bukan orang yang peka. Dia tetaplah dia. Dia tak pernah bosan dengan segala kesibukannya. Di kampus, nongkring dengan teman-temannya dan dia suka sekali tidur dalam waktu yang sangat lama. Dia selalu berfikir bahwa aku akan mengerti akan segala kesibukannya. Awalnya aku sangat mengerti dengan kesibukannya tapi di pertengahan seperti ini? Aku mulai capek. Aku ingin di temani olehnya. Aku ingin dia tahu bahwa aku tak baik-baik saja tanpanya.

Rasa penasaranku akan kabarnya kemarin hingga siang ini mendorongku untuk segera mencari tahu. Persetan dengan  kata-kata yang aku pegang teguh. Aku takut terjadi apa-apa dengannya. Aku mulai mencarinya. Aku menunggu dia di depan gedung tempat dia berkuliah. Berjam-jam aku menunggu, dia tak muncul juga. Kulangkahkan kakiku keluar menuju gerbang kampus dan berhenti di penjual es teh. Aku duduk untuk menunggunya keluar. Hingga sore tiba, aku juga tak menunggunya. Kucoba hubungi handphonenya, tersambung. Namun tak ada jawaban apapun darinya. Aku putus asa. Aku melangkahkan kakiku untuk pulang.

Sesampainya di rumah, aku mencoba menghubunginya lagi. Tetap tak ada jawaban. Sungguh, aku telah dibuat gila hari ini olehnya. Kamu kemana? Sedang apa? Dengan siapa? Apa kau baik-baik saja?. Pertanyaan demi pertanyaan selalu muncul begitu saja dengan liarnya. Hingga akhirnya pukul 21.00 WIB, kudengar handphoneku berbunyi. Sedikit lega karena ada sms masuk yang menyatakan kau tak baik-baik saja. Lalu dengan segera aku  membalas pesan singkatnya. Dan kejadian ini selalu terulag, dia menghilang kembali. 

Aku sangat lelah. Selalu kubilang pada dalam hatiku ketika kamu menemui "Terima Kasih Telah Membuatku Menunggu". Namun, aku sangat tidak mengerti, kenapa aku selalu tak mampu menucapkannya saat bertemu denganmu.


Kediri, 30 Januari 2014
"Terimakasih telah membuatku menunggu"

Wednesday 29 January 2014

Tentang Aku dan Masalalumu

Ini bukan tentang penyesalan. Bukan tentang sebuah penghianatan. Bukan pula tentang apa yang sedang kau rasakan padaku sayang. Ini tentang rasa cemburu yang menggerogoti habis seluruh rongga dalam hati kecilku ini. Ini tentang sebuah rasa sedih yang telah menyerang lubuk hati yang sedang rindu ini. Betapa tidak sedih ketika seseorang berkata padaku lewat akun sosial medianya. Ia memang tidak menunjuk langsung ke arahku. Tapi aku merasakannya. Dia berkata betapa kau lebih buruk sekarang. Iya, ketika kau bersamaku. Dia berkata betapa hanya dia yang mampu membuatmu bahagia bukan aku.

Tentang dia yang aku ceritakan diatas. Dia adalah masalalumu yang hingga saat ini masih hadir dalam hidupmu beriringan dengan hadirku. Betapa aku tidak merasa kecil jika saat ini dengan sangat kurang ajar aku mencoba menggenggam tanganmu dan memelukmu sementara disana dia lebih tau tentang kamu. Dia yang dengan tawa lepasnya mencoba meraihmu kembali, dia yang dengan santainya mencoba mendekat perlahan padamu. Aku bisa apa?. Bahkan untuk melawannya aku tak mampu. Dia yang pernah kau cintai. Dia yang dulu selalu hadir dalam setiap detik dihidupmu.  

Tentang aku. Jika aku boleh jujur, untuk saat ini aku merasa tak baik-baik saja sayang. Kamu tahu ? ketika aku membaca jajaran huruf pada akun sosialnya yang aku yakin itu diperuntukkan untukmu, aku hanya mampu berlinangan airmata membacanya. Aku merasa bukan siapa-siapa karenanya. Aku takut. Aku bahkan sadar bahwa aku tak pantas disejajarkan dengannya. Entah, apa yang aku fikirkan ketika aku membaca tulisan-tulisan itu. Aku hanya merasakan nyeri di ulu hatiku. Aku sesak. Aku tak mampu mengungkapkannya padamu. Aku merasa pipiku mulai basah oleh air yang dihasilkan mata bundarku. Aku sesenggukan. Tak karuan.

Sebenarnya aku tak menyalahkan dia (masalalumu) hadir kembali dihidupmu. Sepenuhnya aku sadar, akulah orang baru dalam hidupmu. Jatuh cinta padamu melalui tulisanmu. Akulah orang yang dengan lancangnya minta kau temani dalam setiap waktu. Akulah yang dengan sangat kurang ajar memeluk segenap hatimu yang pernah dirobek habis olehnya. Akulah yang dengan tak tau diri mengharapkan masa depan bersamamu dengan impian-impian yang pernah kita berdua utarakan satu sama lain. Saling membahagiakan, ucap kita secara bersamaan.

Sekarang, akulah yang sadar bahwa aku terlalu takut kehilanganmu. Aku takut karena kita masih sangat belia untuk mengenal kehidupan kita satu sama lain. Dibandingkan dengan masalalumu yang telah melewati segalanya bersamamu dulu. Ini yang menjadikan nyaliku lebih menciut dari sebelumnya. Aku terlalu takut untuk kehilangan yang kedua kalinya .


Kediri, 29 Januari 2014
Mendung, sore ini.

Wednesday 22 January 2014

Sungguh, Aku tak mempermasalahkan kekuranganmu !

Kamu selalu merasa amat sangat tidak pantas untukku. Kamu selalu merasa bahwasanya kamu bukan apa-apa untukku. Aku selalu bingung kenapa kamu selalu berfikir demikian. Aku selalu bertanya pada diriku sendiri apa istimewanya aku? Aku biasa saja. Mengenai segala hal yang indah dihidupku, sungguh aku tak bermaksud mengecilkanmu. Aku hanya mau kamu tahu tentang apa yang ada padaku, aku hanya berusaha terbuka mengenai keluargaku, masalaluku, pun tentang harapanku padamu di masa depan.

Kamu juga selalu menyalahkan dirimu atas ketidakmampuanmu berbicara padaku tentang apa yang kamu lakukan dan tentang apa yang kamu rasakan. Aku semakin bingung harus menempatkan diriku dimana. Karena ketika bersamamu aku merasa lebih ciut daripada ketika aku sendiri. Aku selalu malu ketika kamu menatapku, kamu memulai percakapan denganku. 

Seandainya kamu tahu bahwa jika boleh aku mengiba padamu, aku bukan siapa-siapa sayang. Aku selalu berusaha jujur padamu bahwa aku memang wanita yang perlu rangkulanmu, perlu genggaman tanganmu dan perlu selalu kau temani. Aku bukan siapa-siapa tanpa cinta tulusmu. 

Seandainya aku boleh berucap dengan lantang, aku selalu takut kau tinggalkan. Aku selalu takut berjalan semdiriam di tengah hujan. Betapa kamu selalu menguatkan. Betapa kamu selalu membuatku lebih berani dari sebelumnya. Betapa kamu selalu..... ah~ iya. Kamu yang selalu mengajariku hal-hal gila yang belum pernah aku lakukan. 

Sayang, percayalah ! Bahwa hanya kamu yang selalu jadi sandaran dan tempatku untuk berbagi. Sungguh, aku tak pernah mengecilkanmu. Sungguh aku tak pernah membandingkan kehidupanmu dan kehidupanku. Percayalah.


Kediri, 23 Januari 2014
Untuk kamu yang selalu berkata 
"Aku lelaki lemah, Aku bukan siapa-siapa. Abaikan! Lupakan"

Tuesday 21 January 2014

Sepi.

Sepi
Sangat sunyi
Tanpa bunyi
Ingin ku bernyanyi
Namun tak ada yang menemani

Sayang
Apakah kau merasakan kesepian yang aku rasakan?
Apakah kau mengerti betapa aku berusaha membunuh waktu sepiku, tanpamu
Berat sekali, susah sekali.
Sayang
Nampaknya aku mulai lelah
Aku mulai lelah selalu dibiarkan
Aku mulai lelah selalu dalam kesendirian

Sepi
Seperti api namun tak membakar apapun
Sepi
Seperti hujan namun tak membasahi apapun

Sayang
Aku ingin kau temani pun hanya untuk sekedar bernyanyi
Menyanyikan lagu rindu
Menyanyikan senandung dari kalbu
Sayang
Aku takut
Aku takut lelah menunggumu
Aku takut kau terbiasa tanpaku
Begitupun aku, aku takut terbiasa tanpamu
Mampukah kau hadir disetiap detik hidupku
Tanpamu; Aku bukan perindu
Tanpamu; Aku selalu dalam belenggu
Belenggu sepi yang selalu ingin kubunuh ketika tanpamu

Kediri, 21 Januari 2013
Sepi.

Saturday 18 January 2014

Selalu Begini

Aku selalu begini. Terkungkung oleh pikiran-pikiran anehku tentang kamu. Aku capek sebenarnya jika aku harus selalu berfikir yang tidak tidak padamu. Aku ini mahkluk macam apa, kenapa aku tak mudah untuk percaya sekalipun kau selalu membanjiri aku dengan kata-kata cintamu. Aku ini manusia apa bukan, aku tetap tak goyah oleh kata-kata mesra yang selalu kau lontarkan di telingaku.

Seperti pagi kemarin. Kau kurasa sangat berbeda. Dari nada sms dan telfonmu, aku merasa kau sangat enggan sebenrnya untuk menghubungiku. Tapi aku ? Aku bisa berbuat apa. Kita dalam jarak sayang. Mau tidak mau kau harus menghubungiku, kita tak bertemu. Kau paham? Iya aku yakin kaupun paham akan hal ini. Segera saja kutepis segala pikiran burukku padamu. Aku mencoba biasa saja dengan sikpmu yang kurasa tidak biasa.

Segalanya kubuat seperti biasanya. AKU dan KAU tetap membicarakan hal-hal absurd yang kurasa dan mungkin juga kau rasa tidak begitu penting untuk dibicarakan. Namun sekali lagi, kita dalam jarak. Mau tidak mau kau harus bersedia menemaniku yang merengek untuk selalu kau temani jika kita sedang dalam jarak seperti ini. 

Aku mencoba mengacuhkan segala sifatmu yang kurasa sangat tidak enak hari ini. Menjelang siang, aku tetap berkomunikasi denanmu. Membicarakan tentang hal-hal yang selalu menjadi topik pembicaraan kita. Iya, bertanya kabar atau sekedar memberi perhatian kecil dengan menanyakan aktivitas yang kita lakukan masing-masing.

Lagi-lagi, aku merasa tidak enak dengan sikapmu. Aku mencoba mencari kesalahanku, apakah ini semua disebabkan oleh salahku. Namun hasilnya nihil. Aku tak menemukan apa salahku padamu. Aku mulai berfikir sangat liar tentangmu. Tentang kepulanganmu ke kampung halaman. Apakah ada yang menarik perhatianmu disana sehingga kau berubah padaku.

Tanpa tedeng aling-aling, aku menanyakan secara tidak langsung padamu tentang anehnya sikapmu. Tapi kau tetap teguh menjawab bahwa tidak ada apa-apa yang aneh. Aku mempercayaimu. Aku menyayangimu. Selalu kata-kata itu yang kau lontarkan padaku agar aku tak terlalu khawatir tentang kepulanganmu.

Segalanya selalu kubuat seperti biasa ketika ada yang tak biasa dalam jarak yang sangat menyiksa.


Minggu Pagi, 10:26 WIB

 

Wednesday 15 January 2014

P E R P I S A H A N

Mendung kembali menggelayut
Paparan sinar matahari yang panas seakan terkalahkan
Iya; mendung
Bukan mendung di langit sana
Tapi disini (hati)
Perpisahan lagi? Iya? Jauh lagi? Benar?
Sebenarnya, aku tak dapat mendefinisikan arti perpisahan
P-E-R-P-I-S-A-H-A-N !
Yang aku tahu, itu menyakitkan
Aku harus bergumul lagi dengan jarak
Aku harus harap-harap cemas lagi tentang kabar
Belum lagi tentang rindu, kegelisahan, kecemasan
Entahlah.
Aku selalu takut dengan kata perpisahan
Seperti pagi ini, siang ini, dan hampir sore ini
Ini hari terakhir kita
Iya untuk saling memandang, tertawa, dan bercerita
ESOK?
Mungkin kita akan bertemu juga esok? Tidak !
Kita akan kembali pada kampung halaman masing-masing
Aku akan kembali menikmati indahnya kampung halamanku
Kau pun begitu. Bersua dengan teman-teman masa kecilmu
Tapi, aku berat sebenarnya
Iya; berat melepasmu
Diantara banyak kata yang kau ucapkan tadi
Aku hanya lamat-lamat mendengarkan
Aku memilih diam. Bungkam.
Diantara segala candaan yang kau hadirkan
Aku hanya menikmati seulas senyum ketulusan
Tawa terkekehmu yang mungkin akan selalu aku rindukan saat aku berada di kampung halaman
Aku lebih memilih menikmati hangat gandengan tanganmu
Iya; kemanapun kau melangkah, tak kau lepaskan gandengan itu
Aku lebih memilih diam mengamati setiap jengkal dari mimik mukamu
Yang akan selalu membuatku susah tidur selama beberapa minggu kedepan
Iya; terlebih karena RINDU yang akan tersimpan hingga pertemuan datang

Surabaya 15 Januari 2014
"Perpisahan"

Friday 3 January 2014

Hujanku


Hujanku datang

Menyerbu. Dingin

Kaki dan tanganku beku

Kedinginan

Aku menggigil

Kuhempaskan seluruh rinduku pada hujan

Dibawah rintik yang mesra menerpaku

Dibawah kilatan petir yang seakan memotretku

Benar. Ini hujan untukku

Betapa aku ingin bermain dan menenggelamkan seluruh cintaku padanya

Dan seolah dia pun begitu, bergelayut mesra membasahi tubuhku

Kini aku telah basah karenanya

Aku menikmati kebasahanku

Aku berlari-lari kecil bersama rintik itu. Mesra.

Kemudian, kurebahkan tubuhku di bawah guyuran hujan itu

Memandang betapa indah rintik yang turun membasahiku

Aku memejamkan mata, pelan.

Aku merasakan betapa rintik itu kini menari membasahi tubuhku

AAHHH !!! aku menyukaimu. aku senang bercengkrama denganmu.
 rintikku.

Basahi aku, tenggelamkan aku, bawa aku. Selalu kedalam basahmu.


Sidoarjo, Hujan.
16:25 WIB