Thursday 18 September 2014

Bukan. Mentalku sedang bermetamorfosa.

Ini tentang rasa, asa dan apapun yang menggerahkan. Bukan. Bukan tentang masalah percintaanku dengan kekasihku. Bukan pula dengan masalah cinta kepada orang tuaku. Segalanya baik-baik saja. Iya; baik-baik saja.

Tampak sekali pagi itu. Aku mengenakan rok hitam dan kaos hijau. Iya. Kalian tentu tahu bahwa aku akan berangkat ke kampus tercintaku. Pernah tidak kalian merasakan ada yang janggal pada aku?. Ah mungkin tidak. Aku hanya kaum minoritas. Aku kaum tak tercium sekalipun berliter minyak wangi yang aku pakai. Entahlah. Pagi ini aku tak seceria biasanya. Aku tak seheboh seperti biasa juga. Aku tak pernah tahu apa yang menyebabkan aku begini. Sungguh. Aku merasa kecil. Aku merasa malu. Aku merasa tak berarti apapun.

Nyaliku menciut. Senyumku tersangkut pada awang-awang keraguan. Suaraku memelan, lirih. Aku malas sekali berpura-pura. Aku juga malas sekali untuk menyunggingkan senyumku pada siapapun tak terkecuali. Sedikitpun. 

Kalian pasti ingat betapa aku sangat berbeda hari itu. Aku tak secerah baju yang aku pakai. Aku tak semeriah apa yang aku bawa dalam tasku. Bolpoin. Pensil. Penggaris. Dan alat-alat menulis lainnya. Aku tak seberwarna pensil waran yang kemana saja aku bawa. Ini bukan aku, sungguh. Ini bukan diriku. Aku kehilangan senyumku. Aku merasa sedih. Ingin menangis. Namun tetap kuperlihatkan wajah 'baik-baik saja' ku pada siapapun yang ada didekatku dan menyapaku. Tak terkecuali, kalian semua.

Sungguh, jika saja aku boleh berteriak maka aku akan berteriak sebisaku. Jika saja bunyi kelas musik tak semeriah itu maka suaraku yang akan menjadi gantinya. Hilang. Nyatanya segalanya berubah menjadi senyap. Aku diam. Merasa tersisihkan. Mungkin karena aku sendiri. Entahlah. Betapa aku lebih memilih begini. Menutupi segala sedihku. Melihat kebahagiaan yang (mungkin) saja aku bisa raih sekarang. Namun aku memilih menyisihkannya. Aku memilih tak menghiraukannya. Aku memilih diam. Mentalku tergoyahkan. Aku ingin pergi. Entah pergi kemanapun yang aku suka. Tanpa keterpura-puraan, tanpa keterpaksaan, tanpa apapun yang membebani hatiku dan juga rasaku.

Aku ...
Sudah tak kudapat lagi kata yang tepat untuk melukiskan perasaanku. Aku ingin menangis sekencangku. Aku tak dapat lagi tersenyum. Segalanya menyesakkan. Terkoyak dalam bentuk seperti apa mentalku saat ini. Entah. Perih. 

Ibu ...
Aku ingin menemuimu. Memohon perlindunganmu. Meminta pelukmu. Menghempaskan segala tangisku pada pundak lembutmu. Dalam hal apapun ternyata hanya kau yang mengertiku. Aku ingin bertemu,bu. Anakmu tak sedang baik-baik saja. Aku merasa sendirian. Jika saja kekasihku tak disini, aku tak akan sekuat ini, bu. 

Sudah cukup segalanya kucurahkan. Karena kalian tahu tak akan ada kata yang tepat untuk membuatku lega. Terimakasih segalanya. Ini suatu pelajaran.

Surabaya, 18 September 2014
'melegakan hati pada tempat yang tersembunyi'

No comments:

Post a Comment