Thursday 11 July 2013

Siapa ?


Dari lahir aku sudah didikte orang tuaku untuk menjadi apa yang mereka mau. Secara hak, aku tak pernah menemukan hakku di rumah ini. Bahkan aku tak dapat memerdekakan diriku sendiri. Semua serba protokol. Semua ada aturan dan perintah. Semua ada yang menjadwal. Aku tak bebas. Aku tak suka. Hingga saat ini aku tak pernah menjadi diriku sendiri. Aku tak pernah tau siapa aku dan bagaimana aseliku. Iya. Bahkan aku sendiri tak mengenal diriku.

Ketika aku pertama masuk bangku sekolah dasar, orang tuaku memasukkan aku kesekolah paling elite di daerah temapat tinggalku. Aku jelas tak merasa keberatan, karena aku berfikir ini terbaik untukku dan aku harus melakukannya. Namun, tidak dengan otak dan kemapuanku. Aku sama sekali tak mempunyai keahlian seperti anak kecil lainnya. Aku tak bisa menari, aku tak bisa bernyanyi, aku tak bisa melakukan apapun yang dilakukan anak kecil. Aku lebih suka berdiam di tempat yang sepi dan bertanya kepada Tuhan. 'Tuhan siapakah aku ini?'. Namun hingga lulus SMA, Tuhan tak pernah menjawab tanyaku. Sampai pada akhirnya aku harus masuk universitas yang disyaratkan ayah kepadaku.

"Ayah yakin kamu mampu masuk Universitas itu. Dan kamu harus masuk ke Universitas itu." Kata ayah sesaat setelah mengambil hasil kelulusanku.
Jujur saja, aku merasa terpukul dengan pernyataan Ayah. Ibuku hanya diam seolah dia tahu apa yang aku rasakan. Iya. Benar. Aku tak ingin masuk Universitas itu. Aku tak mampu. Namun, apadaya sebagai seorang anak yang telah diprotokol sejak kecil untuk melanjutkan pekerjaan ayahku menjadi seorang pengacara, aku bisa apa?. Membantah? tentu aku tak berani. Aku terlalu pengecut untuk memerdekakan diriku sendiri. 

Yang aku inginkan sebenarnya adalah masuk Universitas dengan jurusan bahasa dan bukan hukum. Aku tak suka dengan jurusan yang disyaratkan Ayah padaku. Otakku terlalu tumpul untuk menghafal semua hukum di negara ini. Aku tak suka. Aku lebih suka menulis, membuat puisi atau apapun yang bebas bukan yang terkait dengan aturan protokol semacam itu. Namun, aku tak membantah. Kuturuti saja kemauan Ayah. Aku mencoba masuk dan mengikuti test di Universitas tersebut. Aku pikir ini semata-mata untuk membalas budiku pada ayah dan ibuku.

Hingga hari pengumuman itu tiba. Jelas. AKU TIDAK LOLOS. Ayah marah besar padaku. Segala umpatan keluar dari mulutnya. Ibu hanya menangis dan memelukku. Namun aku tak tahan lagi. Aku berontak. Aku membantah. Aku tak mau di protokol lagi.

"Ayah cukup. !" Teriakku
Ayah hanya terdiam dan melihatku kaget.
"Aku tak mampu yah, aku tak mampu berada di jurusan yang Ayah inginkan. Aku ingin kuliah dengan jurusan yang aku mampu Yah ! Aku tak mau berada di jurusan itu! " Teriakku

Sejak kejadian itu Ayah mengusirku dari rumah. Ibu mencegahku. Namun, aku terlalu muak dan lebih baik aku memtuskan untuk mencari diriku sendiri di luar rumah ini. Berbulan-bulan setelah aku LOLOS untuk masuk Universitan dengan jurusan yang aku inginkan, tiba-tiba rasa rinduku pada kedua orang tua ku menjalar di setiap nadiku. Aku ingin kembali namun aku takut ayah masih marah padaku. 

Aku sudah berdiri di depan pintu pagar besar di sebuah perumahan elite. Iya. Ini dulu rumahku. Dulu tapi sekarang aku hanya menghuni rumah berpetak dengan ukuran tak ada satu perempat kamarku di rumah ini. Namun aku tak berani menekan bel. Aku hanya rindu. Rindu melihat ayah dan ibuku. Aku tak ingin kembali sebelum Ayah dan Ibuku melihat aku sukses tanpa protokol dari mereka. Tanpa sekolah hukum. Tanpa jadi seorang pengacara. Melihatku sukses dengan menjadi diriku sendiri.

12 Juli 2013
11 : 32 

3 comments:

  1. nah paenah, alamat blogmu ganti pengukir.blogspot.com
    kayake luweh keren he he he he

    ReplyDelete
  2. blog archive mu taro di sebelah / samping na biar enak milih judule

    tulisanmu iki keren, alure endos gandos, siplah

    kiro kiro areke bakal ketemu wong tuwone ora na?

    ReplyDelete
  3. oke oke saya akan atur blog archive e..
    akhir e? pie ya? tunggu cerita selanjutnya yaaaaa :)

    ReplyDelete